FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
Karangmalang, 55281
e-mail
UPAYA MEMBANGUN INSAN BERKARAKTER ILMIAH DAN KOMPETITIF
Primary tabs
Sains pada hakikatnya merupakan ilmu induktif. Dalam sejarah sains, pada awal penemuan sains berkembang dari mitos yang lebih dulu telah terbangun dalam pikiran manusia. Namun di dalam prakteknya, tidak selamanya mitos itu sesuai dengan realitas yang dialami oleh manusia. Demikian dijelaskan Sudjoko, M.Si., dosen Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY pada Seminar Nasional MIPA 2012 dengan judul makalah upaya membangun insan berkarakter ilmiah dan kompetitif, di ruang seminar fakultas, Sabtu (2/6).
Sudjoko mencontohkan, apabila perorangan atau sekelompok masyarakat agraris telah melakukan upacara ritual, maka hasil panenan akan berlimpah. Namun pada kenyataan, suatu ketika upacara telah dilakukan hasil tidak seperti yang diharapkan, maka mulailah manusia melakukan penyelidikan dengan observasi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi untuk menemukan penyebab kegagalan. Maka mulailah orang meninggalkan mitos dan melakukan observasi kepada obyek-obyek yang berkait dengan kepentingan dalam kehidupannya.
”Pengembangan konsep Margenau dalam pembelajaran sains adalah dalam bentuk Model Pembelajaran Konstruktivisme, yang pada prinsipnya siswa harus dihadapkan langsung dengan obyek sains yang berupa benda alam dan fenomenanya dan siswa akan melakukan proses menghubung-hubungkan dengan konstrak yang telah dimiliki dan kemudian merumuskannya. Proses inilah yang dinyatakan sebagai prinsip pembelajaran konstruktivisme, bahwa “siswa membangun pengetahuannya sendiri” dalam proses belajarnya. Pembiasaan siswa melakukan proses belajar menurut sintaks model pembelajaran konstruktivisme akan menumbuhkan karakter : teliti dan jujur (selalu berlandaskan pada fakta), sebagai nurturant effect dari proses siswa,” ungkapnya.
Berpikir induktif-deduktif tercermin di dalam organisasi sajian meteri pembelajaran yang didisain oleh guru. Kenyataan yang masih berlangsung sampai saat ini, pembelajaran sains dilaksanakan dalam teori dan praktikum selalu menempatkan praktikum dilakukan setelah teori diperoleh siswa. Seharusnya, sesuai dengan model pembelajaran konstruktivisme pengetahuan seharusnya dibangun oleh siswa sendiri, maka ketika siswa diajak berpikir induktif prinsip urutan proses belajar adalah siswa memperoleh (mengamati) fenomena (fakta) – mengorganisasi hasil pengamatan – dan menyatakan interpretasinya (simpulan, konsep, dfinisi, dsb) sebagi persepsi siswa terhadap obyek yang sedang dipelarinya. Kegiatan siswa dalam memperoleh fakta dapat berupa pengamatan lapangan, praktikum, atau demonstrasi.
Dikatakan, strategi pembelajaran dengan pendekatan deduktif diawali dengan siswa memperoleh abstraksi (konsep, teori, definisi) yang dapat diperolehnya dari informasi guru, hand out, atau sumber bacaan. Selanjutnya, juga sesuai dengan prinsip siswa membangun sendiri, diikuti dengan kegiatan untuk mengidentifikasi kata-kata kunci dalam abstraksi tersebut dan dilanjutkan dengan konkretisasi (definisi operasional) setiap kata kunci. Jika setiap kata kunci telah jelas operasionalnya, kegiatan dilanjutkan dengan cara-cara untuk memperoleh fakta-fakta yang mendukung kata kunci (sehingga cara ini dapat disusun/ditemukan siswa melalui kegiatan diskusi yang intensif dan efektif).
”Pada akhirnya siswa diminta untuk mencari/menyebutkan fakta-fakta yang terjadi pada obyek-obyek yang lain , sesuai dengan abstraksi yang diperoleh pada tahap awal, berdasarkan pada pengalaman (konstrak) yang telah dimiliki siswa sebelumnya,” tambahnya. (witono).